Pengertian Riba Menurut Para Ahli

      Riba menurut bahasa berarti ziyadah (tambahan) atau nama’ (bekembang). 
Riba menurut para ahli :
   Menurut Yusuf al-Qardawi, setiap pinjaman yang mensyaratkan didalamnya tambahan adalah riba. 
     Menurut Qadi Abu Bakar ibnu Al Arabi dalam bukunya “Ahkamul Quran” menyebutkan defenisi riba adalah setiap kelebihan antara nilai barang yang diberikan dengan nilai barang yang diterima. Dan riba adalah pengambilan tambahan, baik dalam transaksi maupun pinjam-meminjam secara bathil atau bertentangan dengan ajaran islam.
    Menurut al-Jurjani dalam kitab al-Ta’rifat, sebagaimana yang dikutip oleh Khoeruddin Nasution, mengatakan bahwa riba dengan kelebihan/ tambahan tanpa ada ganti/ imbalan yang disyaratkan bagi salah satu dari dua orang yang membuat transaksi (al-Riba fi al-Shar’i Huwa Fadhlun ‘an ‘Iwain Shuritha li Ahadil ‘Aqidayni).

    Menurut al-Mali sebagaimana yang dikutip oleh Hendi Suhendi, riba ialah akad yang terjadi atas penukaran barang tertentu yang tidak diketahui perimbangannya menurut ukuran syara’ ketika berakad atau dengan mengakhirkan tukaran kedua belah pihak atau salah satu


Pada dasarnya islam melarang seorang muslim untuk memakan riba, hal ini seperti yang tercantum di dalam surat Al-Baqarah ayat 278 yang artinya:
“Hai orang –orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkanlah sisa riba (yang belum dipungut), jika kamu orang yang beriman” (Q.S. Al Baqarah: 278) 
Firman Allah dalam Al-Quran di dalam surat An-Nisa ayat 161, yaitu:
“Dan disebabkan karena mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta orang dengan jalan yang bathil. Kami menyediakan untuk orang-orang kafir diantara mereka itu siksa yang amat pedih” (Q.S An-Nisa: 161).

Jenis-jenis riba : 

1. Riba fadl

Riba ini merupakan tukar menukar barang yang sejenis. Tukar menukar akan menjadi riba apabila ukuran yang ditukar tidak sama dan ada syarat dari orang yang menukarkan. Contohnya menukarkan emas 10 kg dengan emas 12 kg. Supaya tukar menukar tidak menjadi riba, ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu barang yang ditukarkan harus berjenis dan berukuran (volume dan berat) sama, dan serah terima barang pada saat melakukan penukaran barang.
2. Riba nasi'ah
Riba nasi’ah adalah bertambahnya harga barang yang dijual karena adanya tenggang waktu yang ditetapkan. Misalnya barang yang dibeli dengan tunai harganya Rp. 50.000,00 tetapi jika diangsur selama dua bulan, maka harganya menjadi Rp. 90.000,00, dan seterusnya. Namun, apabila pembeli memberikan lebihnya dari harga yang ditentukan, hal tersebut tidak termasuk riba, karena memberikan lebih atas kemauan sendiri/ ikhlas.
3. Riba qardh
Riba qardh yaitu akad pinjam meminjam dengan syarat harus memberikan tambahan dari pinjaman yang diberikan tergantung lama waktu yang diberikan. Misalnya meminjamkan uang Rp.100.000,00kepada orang lain, tetapi harus dibayar selama satu bulan dengan kelebihan Rp. 2.000,00 per hari. Jadi kalau dihitung, meminjam Rp. 100.000,00 dibayar dengan uang Rp. 160.000,00. Si peminjam mendapatkan untung Rp. 60.000,00 dari uang yang dipinjamkan kepada yang meminjam.
4. Riba yad
Riba yad adalah riba yang diakibatkan karena pembeli dan penjual melakukan akad jual beli lalu berpisah dari tempat akad sebelum serah terima barang yang diperjual belikan. Hal ini menjadi riba karena mungkin saja pembeli tidak mengetahui kondisi barang yang dibelinya. Ini bisa jadi menimbulkan penipuan sehingga pembeli dirugikan.

Komentar